Lalu apa artinya kita hidup di dunia? Dunia
adalah tempat kita mempersiapkan diri untuk kekekalan akhirat, sebagaimana
tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal kita
translit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan. Setelah itu, kita
tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi. Bila demikian tabiat dunia, mengapa
kita terlalu banyak menyita waktu untuk kepentingan dunia? Diakui atau tidak,
dari 24 jam jatah usia kita sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja
yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya, bisa dipastikan terkuras
oleh kegiatan yang berputar-putsr di dunia.
Tidak sepenuhnya
juga kita harus menggunakan hidup kita untuk kepentingan akhirat. Kita juga tak
boleh meninggalkan kepentingan dunia. Karena manusia butuh sandang, pangan,
papan yang bisa terpenuhi dengan bekerja dan memikirkan dunia. Seseorang akan
terlihat nista yang menghiraukan dunianya, karena dalam beribadah juga
membutuhkan biaya.
“Bekerjalah untuk
duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati besok,” kalimat tersebut sangat cocok
untuk kita terapkan dalam hidup, Kita bisa menyeimbangkan kehidupan dunia dan
akhirat.
Pembaca yang semoga dirahmati Allah, ciba kita
ingat nikmat Allah yangtak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita.
Tapi, mengapa sering kali melalaikan itu semua. Kedipan mata yang tak terhitung
berapa kali dalam sehari, jantung yang tak pernah beristirahat, dan semua komponen
tubuh yang diberi secara cuma-Cuma, selalu kita nikmati. Kita mudah berterima kasih
kepada orang lain yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang
senantiasa memanjakan dengan nikmatnya, sering kali kita memalingkan ingatan.
Akibatnya, kita pasti lupa akan akhirat. Dari sini
dunia akan selalu menghabiskan waktu kita. Sedangkan yang mengingat kematian
mendorong seseorang untuk mempersiapkan bekal kematian, menghindarkan melakukan
perbuatan yang menjurus pada kemaksiatan dan mendorong berlaku taqwa.
Rasululah berwasiat,” perbanyaklah mengingat
kematian. Sebab yang demikian itu akan menghapus dosa dan menyebabkan timbulnya
kezuhudan di dunia.” Dan “ Secerdik-cerdik manusia
adalah orang yang paling banyak mengingati mati serta gigih berusaha membuat
persiapan menghadapi kematian itu. Merekalah orang yang paling cerdik. Mereka
meninggalkan dunia dengan kemuliaan dan menuju akhirat dengan keagungan"
(Riwayat Ibnu Majah dan Abi al Dunya).
Bapakku
pernah mengatakan,” Urip kuwi golek amalan, lan ora lali nompo bayaran.” Dari kalimat
itu saya mendapat pelajaran bahwa hidup ini sebenarnya untuk mencari ridho
Allah SWT. Kita juga tidak lupa bekerja untuk menunjang ibadah.
#semoga manfaat.
0 komentar:
Posting Komentar